Thursday, 18 December 2014

A Trip to Pulau Berhala

Destinasi petualangan saya kali ini adalah Pulau Berhala yang terletak di selat malaka.
Pulau ini diambil dari pemuka agama Islam yang menemukan pulau ini benama Paduko Berhalo (pada bahasa setempat berarti Paduka Berhala).

Kalau dilihat dari sejarahnya, pulau ini termasuk ke provinsi Jambi karena Paduka Berhala sendiri merupakan keturunan dari kerajaan Jambi Melayu jaman dulu. Namun apabila dilihat dari letak geografisnya, pulau ini masih termasuk kedalam gugusan kepulauan Riau. Belakangan pulau  ini diperebutkan oleh dua provinsi tersebut, namun informasi terakhir Pulau Berhala tersebut sudah masuk kedalam kecamatan Singkep, kabupaten Lingga,  provinsi Kepulauan Riau. Namun penduduknya sendiri terbagi kedalam dua provinsi tersebut. Demikian sekilas mengenai asal-usul pulau Berhala.

Perjalanan menuju pulau ini sudah sangat lama saya rencanakan semenjak saya pindah bekerja di provinsi Jambi pada 10 Januari 2014, namun belum bisa kesana sehubungan waktu dan informasi yang masih minim.

Setelah browsing dan tanya sana-sini akhirnya saya berhasil mengumpulkan beberapa informasi mengenai pulau tersebut, beserta cara menuju kesana.

Tepat hari Sabtu, 25 Oktober 2014 bertepatan hari libur nasional maka saya beserta dua  orang rekan kerja berangkat menuju pulau Berhala. Perjalanan kami dimulai dengan menaiki mobil penumpang Ummi Transport jenis L300 (yang sudah saya pesan sebelumnya) pada pukul 08.30 waktu setempat, dari kota Jambi menuju Kampung Laut di kabupaten Tanjung Jabung Timur.


Perjalanan dari Jambi menuju kampung laut kami tempuh dalam waktu 2,5 jam dengan  kondisi jalan yang cukup baik , tidak tau persis berapa jarak dari kota Jambi ke Kampung Laut. Tiba di desa Kampung Laut sekitar pukul 11.00 Wib, ternyata kapal yang akan mengantarkan kami menuju pulau belum sandar di pelabuhan. Setelah mendaftar dan membeli tiket diloket, kami pun memilih untuk istirahat sejenak makan dan minum di warung yang terdapat di Kampung Laut. Ternyata biaya transportasinya sudah all in, yaitu transportasi Jambi - Kampung Laut - Pulau Berhala, Pulang - Pergi. Dan untuk transportasi ini kita harus merogoh kocek Rp 250,000 (tidak termasuk penginapan dan makan/ minum di pulau).

Kampung Laut ini sendiri merupakan perkampungan yang dibangun diatas  permukaan air laut (persisnya perpaduan air laut dan tawar karena memang berada persis di muara sungai). Jalan utamanya terbuat dari cor beton memiliki lebar sekitar 3 meter dan berdiri diatas pilar beton setinggi 5 meter dari permukaan air. Rumah-rumah pendukuk juga seluruhnya merupakan rumah panggung dan masing-masing teras langsung dihubungkan dengan jalan utamanya. Entah kenapa, kegiatan menunggu kapal tidak begitu membosankan, karena kami bisa membuang waktu dengan browsing dengan handphone karena kualitas jaringan sudah 3G, ditambah pemandangan laut dan menikmati kegiatan warga yang sedang memancing dipinggiran jalan.

Setelah  menunggu sekitar satu setengah jam, akhirnya sekitar pukul 12.30Wib, kapal yang akan bertolak menuju pulau berhala pun bersandar didermaga. Setelah beberapa saat proses turun penumpang dan bongkar-bongkar muat barang penumpang, akhirnya tepat pukul 13.15 Wib, kami  pun bertolak menuju Pulau Berhala.

Sebagai informasi, bahwa untuk transportasi menuju Pulau Berhala melalui desa Kampung Laut adalah setiap hari Sabtu, Senin, dan Rabu. Sedangkan kepulangan dari Pulau Berhala adalah setiap  hari Minggu, Selasa, dan Kamis.
Pemandangan sepanjang perjalanan hanyalah hamparan laut dan jaring, dan perahu nelayan  yang sedang beraktifitas mencari ikan. Setelah  menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam dan lima belas menit akhirnya kami pun tiba di Pulau Berhala.

Pertama sekali keluar dari kapal, kita akan menginjakkan kaki di dermaga yang terbuat dari kayu dengan panjang sekitar 300 meter dari darat yang menjorok ke laut.




 foto dermaga pulau berhala

 Sesampainya di pulau, kita langsung menuju perkampungan untuk mencari penginapan, walau kita sendiri sudah siap untuk tidur di Gazibu yang terdapat disana. Namun karena salah seorang rekan yang tidak membawa kantong tidur, akhirnya kita memutuskan untuk mencari penginapan untuk semalam. Di Pulau Berhala sendiri sudah ada terdapat semacam rumah singgah, dan kita dapat menempatinya untuk menginap selama tinggal di pulau.

Tarif yang dikenakan hanyalah Rp 50,000 per orang per malam sudah termasuk makan malam, sarapan pagi, dan makan siang sebelum meninggalkan pulau.

Air laut yang sangat jernih dan pasir pantai yang putih sangat menarik untuk dinikmati. Tidak  perlu khawatir untuk membilas, karena pulau berhala merupakan pulau dengan tanah mineral, sehingga tidak sulit untuk mencari air tawar. Air sumur dipinggir pantai bahkan tidak terasa payau, murni air tawar.




Tidak banyak kegiatan yang dapat dilakukan disini, karena memang waktu yang sangat mepet. Sore, kami mengelilingi pulau yang memang hanya seluas 46 Ha dan dihuni oleh 20-an kepala keluarga yang seluruhnya menggantungkan  hidupnya dari hasil laut. Berenang dipantai yang jernih. Malamnya hanya duduk dipinggir pantai.


Esok harinya, kita melanjutkan kegiatan dengan berenang dipantai sebelah timur yang tidak kalah jernih. Tidak terdapat spot menyelam ataupun snorkeling, karena tidak terdapat terumbu karang disini. Ditempat ini pemerintah sudah menyediakan tempat sampah disepanjang pantai, namun kesadaran pengunjung yang masih minim mengakibatkan masih banyaknya terdapat kemasan minuman ataupun  makanan yang berserak dipinggir pantai sehingga mengganggu pemandangan.

Akhirnya setelah pukul 12.00 Wib, kami pun dijemput oleh kapal yang akan bertolak membawa kami kembali ke Kampung Laut.


+
* Tempat ini sangat recommended buat  teman-teman yang menginginkan suasana yang tenang.
* Pantai dan air lautnya sangat jernih, dan sangat nyaman untuk direnangi.
* Biaya cukup terjangkau.
* Warga yang sangat ramah, dan akan membantu apabila kita mengalami kesulitan.
* Tidak kesulitan mencari air tawar.
* Ikan panggang yang disajikan dipenginapan sangat lezat.


-
* Tidak bisa berbuat banyak karena luas pulau kecil, (namun boleh disiasati dengan menyewa perahu nelayan untuk mengelilingi pulau dan berkunjung ke pulau-pulau disekitar  Pulau Berhala dengan tambahan biaya tentunya.)
* Kapal dari dan menuju pulau tidak setiap hari, sehingga kita harus menyesuaikan kegiatan dengan jadwal keberangkatan kapal. (Namun untuk yang mencarter kapal, hal ini tidak berlaku).


Untuk rekan-rekan petualang yang ingin berkunjung kesana, jangan lupa menjaga kebersihan ya...
Cukup membuang sampah ditempat yang sudah disediakan, itu sudah cukup.


salam

Saturday, 2 August 2014

Candi Muaro Djambi


Aktifitas dilokasi perkebunan terkadang membuat kepala menjadi penat. Hari Minggu menjadi hari yang diimpikan seluruh penghuni kebun, untuk mencari penyegaran diluar sana.

Hal itu juga saya alami dan rasakan.
Hari itu, saya bersama seorang teman saya pada hari itu bergerak ke arah kota Jambi. Tujuan kami adalah candi Muaro Djambi yang terletak di kabupaten Muaro Jambi provinsi Jambi.

Situs candi Muaro Jambi merupakan situs candi terluas di Asia Tenggara. Candi utamanya bernama Candi Tinggi yang merupakan candi tertinggi dan terbesar disana. Ukurannya kira-kira 30m x 30m x 6m, tidaklah sebesar dan semegah candi Prambanan atau Borobudur.

Bahan utamanya adalah tanah liat yang dicetak berbentuk batu bata. Maka tidak heran kalau sudah banyak terdapat kerusakan diberbagai bagian candi akibat pelapukan ataupun akibat ulah manusia sendiri. Gapura utama candi ini juga sudah ambruk termakan usia, namun untuk tetap menjaga supaya tidak lapuk, maka bongkahan gapura itu telah dinaungi.


Candi Tinggi


Disana terdapat bangunan berbentuk stupa, menandakan bahwa candi ini merupakan candi Buddha. Menurut infonya, candi ini dibangun pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya.

Bagii anda yang ingin berkeliling dengan berjakan kaki, silakan. Namun kalau memilih untuk naik sepeda, disana juga banyak terdapat sepeda yang disewakan dengan tarif Rp 20,000 perjam.

Saya sedikit kecewa terhadap peradaban para pengunjung yang tidak menghargai peninggalan berharga ini. Kenapa harus membuang sampah sembarangan?
Disepanjang jalan dan disekitar area situs sampah berserakan dimana-mana sehingga sangat mengganggu pemandangan saya.

Buat teman-teman yang ingin ke Jambi, tempat ini layak untuk dikunjungi. Anda boleh berfoto sesuka hati, tapi jangan meninggalkan apapun disana kecuali jejak kaki, Oke.
Jagalah kebersihan demi kebaikan dan kelestarian warisan leluhur kita.

Trip to Debuk-debuk hotspring

Malam itu sekitar pukul 21.30 Wib rombongan memulai perjalanan  dari starting point di Martubung Medan Deli, menuju pemandian air panas (hotspring) Lau Sidebuk-debuk tepat dikaki gunung Sibayak Tanah Karo. Rombongan terdiri dari 14 orang yang terdiri dari 3 orang pengendara motor dengan penumpang masing-masing satu orang dan 8 orang menumpangi mobil rentalan. Tepat pukul 23.30 Wib, kami tiba dilokasi tujuan.
Aroma belerang mulai menyeruak memasuki lobang hidung kami. Cuaca malam itu masih seperti dulu, masih dingin, maklum lokasinya memang berada diketinggian.

Sejenak kita memilih lokasi yang asik dan pas, kita kemudian membayar retribusi untuk dapat menikmati rendaman air panas itu.
Sebagai informasi, bahwa air panas ini bersumber dari gunung Sibayak yang merupakan gunung berapi tak aktif. Sehingga tidak heran kalau airnya mengandung belerang yang katanya dapat mengobati berbagai penyakit kulit.

Untuk dapat menikmati mandi air panas ini, kita cukuo merogoh kocek sebesar Rp 3,000 untuk setiap orangnya.